Laporan Study
tour telusur sungai kota Banjarmasin
(Untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pengantar Pemasaran)
Dosen
Pengampu :
Monry Fraick Nicky Gillian Ratumbuysang,
S.Pd, M.Pd
Disusun Oleh:
NOOR LAILA
A1A313103
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENGETAHUAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
NOVEMBER
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya pula lah Saya dapat menyelesaikan laporan study
tour telusur sungai kota Banjarmasin. Adapun laporan ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pengantar Pemasaran.
Dalam
penyusunan laporan ini, Saya mendapat banyak bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak, untuk itu tidak lupa Saya mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Bapak Monry Fraick Nicky Gillian Ratumbuysang, S.Pd, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Pemasaran.
2.
Orang tua yang senantiasa selalu memberikan dukungan
materil dan do’a kepada kami.
3.
Rekan-rekan yang telah banyak memberikan masukan
guna penyempurnaan laporan ini.
Saya
menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini banyak kekurangan, hal ini
disebabkan karena keterbatasan pengetahuan yang Saya miliki. Oleh karena itu Saya
mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan
laporan ini.
Saya berharap semoga kiranya
laporan ini dapat memberikan sumbangan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.
Banjarmasin,
November 2015
Penyusun
A. Pendahuluan
Sungai
merupakan urat nadi kehidupan masyarakat yang telah turun temurun berkembang di
Kalimantan, sehingga kota-kota di Kalimantan pada dasarnya tumbuh dan
berkembang dari cikal bakal pemukiman di tepi sungai. Kota-kota di Kalimantan
tersebut kini berkembang amat pesat, akan tetapi dalam perkembangannya potensi
sungai mulai kurang diperhatikan dan cenderung berkembang menjadi kota daratan
(landfront cities).
Bagi masyarakat di Kalimantan khususnya
kota Banjarmasin sungai bukan hanya sekedar sumber air minum, tempat mendapat
ikan, tempat mandi, dan alat transportasi tetapi juga sebagai orientasi hidup.
Orientasi hidup disini maksudnya segala aktifitas kehidupan dilakukan di
sungai, termasuk juga orientasi pemukimannya. Demikian pula mengenai sungai
sebagai identitas diri hal ini dapat dilihat dari nama-nama perkampungan di
Banjarmasin yang diambil dari nama sungai yang melintas di daerahnya seperti
Kuin, Sungai Andai, Sungai Miai, Sungai Jingah, Sungai Mesa dan masih banyak
lagi. Bahkan dalam masyarakat Banjar petunjuk arah diberikan berdasarkan arah
aliran sungai atau posisinya terhadap sungai, misalnya arah hulu ke hilir,
interaksi dan ketergantungan masyarakat terhadap sungai ini dikenal sebagai budaya
sungai oleh masyarakat Banjarmasin.
Budaya
sungai di Banjarmasin ditandai dengan adanya pemukiman pinggir sungai, pasar
terapung, dan jukung serta interaksi sosial yang terjadi di dalamnya.
Masyarakat yang berlatar belakang mayoritas pedagang menjadikan budaya ini
bersifat egaliter, kosmopolit, dan terbuka.
Sungai
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Kota Banjarmasin sehingga Banjarmasin
mendapat julukan "kota seribu sungai" meski sungai yang mengalir di
Banjarmasin tak sampai seribu. Sungai menjadi wadah aktivitas utama masyarakat
zaman dahulu hingga sekarang, utamanya dalam bidang perdagangan dan
transportasi. Sungai-sungai yang membelah kota ini, diupayakan sebagai magnet
ekonomi, khususnya pariwisata.
Bardasarkan
uraian diatas maka penulis mengadakan observasi melalui kegiatan study tour
telusur sungai kota Banjarmasin untuk melihat potensi-potensi usaha/wisata apa
saja yang ada di pinggiran sungai kota Banjarmasin. Dan dalam kegiatan ini
penulis menyinggahi 3 tempat usaha yaitu usaha kerajinan tanggui, kerupuk, dan
galangan kapal.
B. Tujuan
Adapun tujuan kegiatan ini adalah
sebagai berikut:
1.
Menambah
wawasan tentang beberapa tempat usaha di perkampungan pinggiran sungai kota
Banjarmasin.
2.
Untuk
Mengetahui potensi-potensi wisata maupun usaha yang ada dipinggiran sungai kota
Banjarmasin.
C. Panitia pelaksanaan
Panitia pelaksanaan Study tour telusur
sungai kota Banjarmasin yaitu:
a. Ketua kelas Muhammad Rahman sebagai
ketua pelaksana dan dibantu oleh mahasiswa lainnya yang mengambil mata kuliah
Pengantar Pemasaran.
b. Dosen Pengajar mata kuliah Pengantar
Pemasaran (Bapak Monry Fraick Nicky Gillian Ratumbuysang, S.Pd, M.Pd)
D. Peserta
Peserta yang mengikuti Study Tour terdiri
dari mahasiswa pendidikan ekonomi FKIP Unlam Banjarmasin yang mengambil mata
kuliah Pengantar Pemasaran, Dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Pemasaran Bapak Monry Fraick Nicky Gillian Ratumbuysang, S.Pd, M.Pd, serta beberapa
perwakilan dari anggota HIMA Pendidikan ekonomi FKIP Unlam Banjarmasin.
E. Waktu keberangkatan
Dilaksanakan pada:
Hari
: Sabtu
Tanggal : 07 November 2015
Jam
: 09.00
WIB – Selesai
F. Agenda kegiatan
1.
Berkumpul di siring Menara Pantau , Jalan Kapten
Pierre Tendean.
2.
Mengobservasi
usaha kerajinan tanggui dan menyerahkan bingkisan dari HIMA pendidikan ekonomi
FKIP Unlam.
3.
Mengobservasi
tempat usaha pembuatan kerupuk dan menyerahkan bingkisan dari HIMA pendidikan
ekonomi FKIP Unlam.
4.
Mengobservasi
tempat pembuatan galangan kapal dan menyerahkan bingkisan dari HIMA pendidikan
ekonomi FKIP Unlam.
G. Biaya
Biaya untuk mengikuti Study tour sebesar
Rp. 30.000/org untuk biaya sewa 2 buah klotok
H. Hasi
Pengamatan
Dalam kegiatan ini rombongan menggunakan alat
transportasi kelotok sebanyak 2 buah. Rombongan berangkat naik klotok mulai dari
siring dekat Menara Pantau, di Jalan
Kapten Pierre Tendean sekitar
pukul 9 pagi lalu menyusuri sungai kota Banjarmasin sambil menyinggahi 3 tempat
usaha yang ada di perkampungan pinggiran/sekitar sungai yang dilewati sepanjang
perjalanan yaitu usaha kerajinan tanggui, kerupuk, dan galangan kapal dengan
turun dari kapal naik ke daratan dan mendatangi rumah masing-masing pengusaha
untuk melakukan wawancara dan dokumentasi.
1. Kerajinan tanggui
Tempat pertama yang didatangi ialah rumah Ibu Masitah (50
tahun) seorang pengrajin tanggui yang terletak di Jalan Kuin Utara RT 07. Ibu
Masitah mengaku telah 8 tahun menjalani profesinya sebagai pembuat tanggui ini
secara turun-temurun, dalam menjalani profesinya ini beliau dibantu oleh
adiknya yang bernama Ibu Ainah. Setiap harinya mereka berdua mampu membuat sekitar
52 buah tanggui yang dikerjakan mulai dari pukul 5 pagi hingga pukul 3 sore. 1
buah tangguh dapat dikerjakan dalam waktu kurang lebih setengah jam.
Tanggui yang dibuat oleh ibu Masitah bervariasi ada yang
berukuran sedang dan besar serta kualitasnya berbeda-beda tergantung kebutuhan
pasar dan pesanan dari pelanggan. Untuk tanggui berukuran kecil ibu Masitah
tidak membuat karena proses pengerjaannya yang cukup rumit tanggui yang
berukuran kecil biasanya digunakan untuk hiasan dan bisa dimodifikasi dengan
diberi cat atau manik-manik dan mempunyai nilai jual yang lebih tinggi, ibu
Masitah mengaku jika dibayar lebih pun ia tidak sanggup karena ukuran jarum
yang kecil untuk menjahit serta proses pengerjaan yang cukup lama dan rumit
selain itu menurut beliau untuk tanggui kecil pangsa pasarnya sedikit, jarang
ada yang membeli. Sedangkan tanggui berukuran sedang dan besar biasanya
digunakan sebagai penutup kepala selain itu juga bisa digunakan sebagai
tempat/media untuk mengembangkan bibit tanaman seperti semangka, mentimun dan
lain-lain. Harga untuk satu tanggui ialah Rp 5000,- jika membeli secara kodian
dengan kualitas yang kurang bagus sedangkan untuk kualitas yang bagus memelukan
waktu pemesanan 2-3 hari dengan harga Rp 10.000,-. Ibu Masitah mengatakan bahwa
tanggui yang dibuatnya bisa tahan hingga 2 sampai 3 bulan asalkan tidak terkena
hujan.
Adapun bahan-bahan dan alat yang digunakan untuk pembuatan
tanggui ini antara lain:
1. Daun nipah: daun ini biasanya
diperoleh dari pemasok yang datang ke tempat ibu Masitah yang berasal dari
daerah pulau kembang, harga perikat daun nipah adalah Rp 6000,-. Sebelum dibuat
menjadi tanggui daun nipah ini dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur.
2. Batang ilatung: batang ini digunakan
untuk dijadikan kerangka tepian pada tanggui
3. Gunggum: Alat ini digunakan untuk
menjepit saat akan menjahit kerangka tepian yang terbuat dari batang ilatung
dengan daun nipah yang telah dibentuk.
4. Panjar: alat ini digunakan untuk
menusuk/melubangi tanggui saat menjahit/mengikat bagian tepinya
5. Tali plastik dan tali jepang: untuk
mengikat/menjahit kerangka tanggui.
6. Kasau : semacam gunting untuk
memotong tepian daun nipah agar rata.
7. Parang : untuk memotong daun
8. Pisau: untuk membelah batang
ilatung.
9. Jarum: untuk menjahit daun nipah.
10. Tusuk lidi: untuk menyatukan daun
nipah
Adapun
cara pembuatan tanggui yaitu pertama-tama daun nipah yang sudah kering dipotong
sesuai ukuran tanggui yang ingin dibuat semakin panjang helaian daun nipah
semakin besar ukuran tanggui yang akan dibuat. Satu tanggui memerlukan 24 helai
daun nipah, lalu susun daun nipah hingga membentuk melengkung dengan bagian
masing-masing sisinya sebanyak 6 helai satukan dengan tusuk lidi. Setelah
berbentuk melengkung seperti topi/tanggui lalu rapikan pinggiran tanggui dengan
kasau. Setelah itu siapkan batang ilatung yang telah dibelah, saat proses
membelah batang ilatung ini kita harus hati-hati karena hal ini sangat berisiko
bisa mengakibatkan luka pada tangan. Kemudian satukan batang ilatung yang telah
dibelah pada sisi-sisi nipah yang telah disusun/dianyam dijepit dengan alat
bantu gunggum lalu diikat dengan menggunakan tali plastik. Jika sudah selesai
barulah bagian atas pada tanggui dijahit dengan menggunakan tali jepang dengan
pola yang telah ditentukkan.
Karena
dalam usaha ini Ibu Masitah hanya sebagai pembuat tangguinya saja maka beliau
mengaku tanggui yang diolahnya ini selanjutnya dijual kepada H. Nasbah yang
merupakan pengepul/boss tanggui di daerah tersebut. Banyak pembuat
tanggui-tanggui lainnya yang menjadi langganan dari H. Nasbah tetapi hanya
Ibu Masitah yang mempunyai keahlian
dalam menjahit tepian tanggui. Ibu Masitah mengaku pernah ditawari pinjaman
modal untuk membuka usaha tanggui sendiri bukan sekedar jadi pembuat tanggui
tetapi Ibu Masitah merasa tidak mampu. Hal ini dikarenakan sulitnya mencari
langganan/pangsa pasar untuk penjualan tanggui, tidak seperti H. Nasbah yang
sudah mempunyai banyak langganan diluar daerah seperti Nagara, Kandangan,
Barabai, dan lain-lain.
2. Pengolah
Kerupuk
Setelah selesai mewawancarai dan
menyerahkan bingkisan dari HIMA pendidikan ekonomi kepada pengrajin tanggui Ibu
Masitah, selanjutnya kami mengunjungi tempat observasi yang kedua yaitu rumah
pembuat kerupuk udang dan ikan gabus Ibu Arbainah (46 tahun) yang letaknya
berdekatan dengan rumah Ibu Masitah. Dalam menjalankan usahanya Ibu Arbainah
dibantu oleh anaknya bernama Mini. Saat datang ketempat beliau kebetulan beliau
sedang membuat kerupuk udang.
Adapun resep yang untuk membuat kerupuk
antara lain:
Bahan-bahan:
·
Udang/ikan
gabus
·
Gula,
Vetsin, Garam
·
Bawang
putih yang telah dihaluskan
·
Tepung
kanji
·
Minyak
goreng untuk mengolesi adonan
·
Air
secukupnya
·
Telur
(untuk kerupuk haruan)
Alat:
·
Alat
penggiling/penghalus udang/ikan gabus
·
Papan
penggiling
·
Panci
untuk mengukus
·
Baskom
·
Pisau
Selanjutnya proses pembuatan kerupuk dimulai dengan
menghaluskan udang/ikan gabus yang sudah dibersihkan dengan alat penggiling,
menurut Ibu Arbainah menghaluskan udang/ikan gabus tidak dapat menggunakan
blender karena adonan akan menjadi berair. Setelah itu udang/ikan gabus yang
telah digiling dimasukkan kedalam baskom dicampur dengan gula, garam, vetsin,
serta bawang putih yang telah dihaluskan kemudian ditambahkan tepung kanji
sedikit demi sedikit tambahkan air secukupnya, aduk-aduk adonan hingga menyatu,
cukup padat dan tidak lengket. Setelah itu barulah adonan di bagi menjadi
beberapa bagian lalu di giling di papan penggilingan yang telah diberi sedikit
tepung diatasnya, hingga berbentuk seperti tabung panjang. Kemudian adonan
diletakkan diatas wadah untuk mengukus yang sebelumnya diolesi minyak goreng
terlebih dahulu agar tidak lengket. Proses pengukusan berlangsung kira-kira
sekitar 1 jam. Setelah adonan dikukus adonan didinginkan dulu barulah
dimasukkan ke dalam kulkas selama 1 hari, Ibu Arbainah mengatakan hal ini
dilakukan agar adonan menjadi lebih keras dan mudah untuk dipotong tipis-tipis
sebelum dijemur. Proses penjemuran kerupuk dilakukan selama kurang lebih 2-3
hari tergantung cuaca.
Sebelum di kemas biasanya Ibu Arbainah mengetes dulu kerupuk
buatannya apakah sudah renyah atau belum, jika kerupuk belum renyah maka beliau
akan menjemur kembali kerupuk tersebut. Dalam satu kemasan ibu Arbainah membungkus
2 ons/pcs kerupuk udang/gabus siap goreng dan kemasan tersebut diberi merek kerupuk “Mama Ozan” dan
diberi nomor telepon agar para pelanggan mudah untuk menghubungi jika ingin
memesan. Pemberian merek ini diambil dari nama anak beliau yang bernama Ozan,
hal ini dilakukan agar pelanggannya lebih mudah untuk mengenali kerupuk
buatannya. Biasanya Ibu Arbainah menjual dan memasarkan kerupuk buatannya
dengan menitipkan di warung-warung maupun sekolah-sekolah TK. Harga yang
ditawarkan ibu Arbainah seharga Rp 10.000/pcs untuk kerupuk udang dan Rp
12.000/pcs untuk kerupuk ikan gabus. Ibu Arbainah mengaku kerupuk buatannya ini
mampu bertahan hingga 6 bulan dan tidak menggunakan bahan pengawet.
Sebelum meninggalkan tempat ibu Arbanah rombongan disuguhi
dengan kerupuk haruan dan ikan gabus yang telah digoreng. Rasa dari kerupuk tersebut
sangat enak dan renyah. Dan kami pun para mahasiswa tertarik untuk langsung
membeli.
3. Pembuatan
galangan kapal
Setelah meninggalkan tempat pembuatan kerupuk
Ibu Arbainah “Mama Ozan” rombongan pun kembali melanjutkan perjalanan menuju
pembuatan galangan kapal dengan kembali menaiki kelotok yang tadinya di
labuhkan di sungai dekat lokasi pembuatan tanggui dan kerupuk. Kurang lebih
sekitar 15 menit kami sampai di lokasi
tujuan yang terletak di pulau Swangi RT 10. Pemilik usaha ini bernama bapak Muhammad
Arifin yang merupakan seorang pengusaha kapal balap dan kapal muatan. Dalam
proses pembuatan kapalnya beliau memberikan upah kepada orang untuk mengerjakan,
upah yang diberikan kepada masing-masing pekerja sekitar Rp 700.000,-
tergantung pada jenis kapal yang dikerjakan, upah pengerjaan kapal dilakukan
dengan sistem borongan, 1 kapal bisa dikerjakan dalam waktu satu minggu oleh
1-3 orang pekerja. Harga kapal yang dibuat oleh Bapak Arifin berkisar antara 8
juta rupiah untuk jenis kapal balap dan 15 hingga 25 juta untuk jenis kapal
muatan, harga ini tergantung pada jenis dan harga kayu yang digunakan, apabila
harga kayu naik maka harga jukung juga ikut mengalami kenaikan. Bapak Arifin
mengaku keuntungan yang diperoleh dari penjualan 1 kapal berkisar antara 1
jutaan. Biasanya para pembeli kapal beliau adalah para langganan maupun orang-orang
yang datang dari jauh. Dalam memasarkan kapal biasanya Bapak Arifin
menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Biasanya pelanggan yang paling sering
membeli berasal dari daerah alun-alun klaten yaitu daerah yang hanya
menggunakan alat transfortasi air karena letaknya yang berada disebrang pulau
dan sungai dan rata-rata alat untuk usaha masyarakat disekitar sana menggunakan
kapal.
Untuk bahan baku pembuatan kapal Bapak Arifin mengaku cukup
sulit mendapatkannya karena bahan utamanya tidak ada di Banjarmasin, yaitu
harus membeli dari daerah Manusuk. Bahan baku seperti kayu
dan batang kayunya berasal dari makutup
lalu di kirim ke manusuk, sudah sampai di manusuk barulah diolah menjadi yang
namanya bakal jukung. Dan bakal jukung inilah yang dibeli oleh Bapak Arifin
untuk membuat kapal. Biasanya kayu yang bisa dibuat kapal yaitu kayu keretek,
kayu supang, kayu cangang dan kayu ulin. Adapun bahan dan alat-alat bantu
lainnya yang digunakan untuk membuat jukung antara lain katam listrik dan
manual, gergaji, kapak, palu, blayung, paku, obeng, palas, cat, kuas, dan air.
Cara
pembuatan kapal diawali dengan merapikan bakal jukung dengan katam lalu
memasangi usuk atau kayu yang di bentuk dengan ukuran kecil, selama proses
pengolahan pada bagian dalam kapal diberi sedikit air, hal ini dilakukan agar
kayu tidak pecah. Setelah dipasangi usuk kapal diberi alas/lantai pada bagian
dalamnya dengan papan. Barulahh jukung diamplas agar permukaan kayunya licin
dan berikan warna dengan cat agar menjadi lebih menarik.
Setelah melakukan observasi di 3 tempat tersebut para rombongan
pun kembali pulang dengan menaiki kelotok menuju tempat awal berkumpul yaitu
siring dekat Menara Pantau di Jalan Kapten Pierre Tendean. Dalam perjalanan
menyusuri sungai pun banyak potensi-potensi usaha dipinggiran sungai yang dapat
dilihat , banyak rumah-rumah yang memasang iklan maupun plang di belakang rumah
mereka yang menghadap sungai seperti ada jual gas, pemotongan daging, bengkel
kapal, kedai dan lain-lain hal ini
dilakukan karena masih banyak masyarakat banjar yang tinggal di daerah yang
jalur transportasi daratnya sulit ditempuh dan mereka menggunakan alat
transportasi air berupa jukung maupun klotok untuk berpergian. Selain itu ada
juga potensi tempat wisata lainnya yang kami lewati yaitu mesjid Sultan
Suriansyah yang merupakan mesjid terkenal di Banjarmasin karena sejarahnya.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa sungai
di Banjarmasin mempunyai potensi yang begitu banyak. Banyak usaha masyarakat di
Banjarmasin yang bergantung pada keberadaan sungai. Contohnya seperti usaha
kerupuk yang bahan baku utamanya berasal dari sungai yaitu berupa udang dan
ikan gabus, usaha galangan kapal yang dapat berkembang karena masih adanya
budaya sungai dalam kehidupan masyarakat Banjar, dan usaha tanggui, serta
tempat usaha/wisata yang mengandung unsur kearifan lokal lainnya yang dilakukan
oleh masyarakat yang rumahnya berada dipinggiran sungai, dengan membuat usaha,
promosi berupa pemasangan iklan dibagian belakang rumah mereka yang menghadap
sungai sehingga para calon pembeli yang menggunakan transportasi jukung/kapal
bisa melihat usaha mereka.
B. SARAN
Dari hasil kegiatan observasi
yang dilakukan disini penulis ingin memberikan saran :
·
Untuk pemerintah sebaiknya lebih
memperhatikan lagi penataan sungai di kota Banjarmasin (revitalisasi sungai dan
rehabilitasi sepanjang kawasan sungai) sehubungannya dengan banyaknya potensi-potensi
usaha maupun wisata yang dapat diambil dan dikembangkan dari sungai yang
jumlahnya begitu banyak. Dengan penataan sungai yang indah hal ini akan menarik
para wisatawan lokal maupun asing untuk berwisata naik kelotok/kapal menyusuri
sungai kota Banjarmasin, memperhatikan usaha-usaha maupun objek wisata yang
berkembang dipinggiran sungai sehingga usaha tersebut bisa maju dan menjadi
daya tarik tersendiri untuk disinggahi saat naik kelotok/ kapal.
·
Untuk masyarakat sebaiknya lebih
meningkatkan lagi kesadaran akan pentingnya sungai, agar tidak lagi membuang
sampah sembarangan ke sungai. Karena saat observasi ini jelas sekali terlihat
sungai-sungai di Banjarmasin tampak kotor dan banyak masyrakat yang masih
membuang sampah ke sungai. Selain itu tidak sembarangan membangun pemukiman
dipinggiran sungai dengan cara menguruk sungai karena ini akan menyebabkan menyempitnya sungai dan
tidak dapat dilalui jukung/kapal lagi. Dan jika hal ini terus belanjut mungkin
julukan kota Banjarmasin sebagai “kota seribu sungai” dan budaya sungai yang
berkembang di masyarakat banjar perlahan akan hilang.
·
Untuk generasi muda khususnya para
mahasiswa pendidikan ekonomi yang telah melakukan observasi sebaiknya kita bisa
memberikan ide dan pikiran yang kreatif dan inovatif untuk mengembangkan
potensi-potensi yang ada di sungai kota Banjarmasin. Khususnya potensi
ekonominya (usaha/wisata) dengan memanfaatkan kearifan lokal dan budaya sungai
yang ada di Banjarmasin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar