Senin, 18 April 2016

TRANSAKSI ATAU AKAD DALAM SYARIAH


BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
            Ilmu islam sudah sangat lama berkembang, namun karena runtuhnya kekuasaan islam pada masa lampau, telah juga menghilangkan praktik – praktik tentang ekonomi islam yang baik dan benar di dalam masyarakat. Sehingga yang berkembang yakni paham – paham yang berasal dari bangsa Barat yang bersifat liberalis dan materialistis.
            Ilmu ekonomi islam muncul kembali pada abad ke-20 dengan munculnya bank bagi hasil. Praktik ekonomi islam resmi disahkan pada Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang berlangsung di Jedah 1976.
            Berbagai krisis ekonomi yang telah melanda dunia saat ini, para ahli berupaya mencari alternatif pemecahan masalah menggunakan ilmu ekonomi islam. Ilmu islam pada dasarnya bersifat adil dan tidak memihak sebelah pihak, dan oleh sebab itu kebanyakan orang – orang ataupun lembaga – lembaga yang memakai ilmu ekonomi islam tidak merasa dirugikan. Untuk itu sebaiknya dalam menjalankan suatu lembaga keuangan lebih baik kita menggunakan ilmu ekonomi islam.
            Makalah ini berisi tentang definisi dari transaksi atau akad yang ada di dalam ilmu syariah, sumber hukum dari transaksi atau akad, hubungan antara transaksi (muamalah), syariah, fiqh, iman, ibadah, dan akhlak, rationable transaksi dalam Islam, transaksi dan kontrak, rukun-rukun dan syarat-syarat kontrak, serta unsur At-Taradin (Suka Sama Suka) dalam kontrak.



1.2       Rumusan Masalah
1.      Bagaiman pengertian dari transaksi atau akad dalam ilmu syariah?
2.      Apa saja sumber-sumber hukum dari transaksi atau akad dalam syariah?
3.      Apa hubungan antara transaksi (muamalah), syariah, fiqh, iman, ibadah, dan akhlak?
4.      Bagaimana rationable transaksi dalam islam?
5.      Bagaimana rukun-rukun dan syarat-syarat kontrak?
6.      Apa yang dimaksud unsur At-Taridin (Suka Sama Suka) dalam kontrak?

1.3       Tujuan Penulisan
1.      Untuk menjelaskan pengertian dari transaksi atau akad dalam ilmu syariah.
2.      Untuk menjelaskan apa saja sumber-sumber hukum dari transaksi atau akad dalam syariah.
3.      Untuk menjelaskan hubungan dari transaksi (muamalah), syariah, fiqh, iman, ibadah, dan akhlak.
4.      Untuk menjelaskan apa itu rationable transaksi dalam syariah.
5.      Untuk menjelaskan rukun-rukun dan syarat-syarat dalam kontrak.
6.      Untuk menjelaskan apa yang dimaksud unsur At-Taridin (Suka Sama Suka) dalam kontrak.



1.4       Metode Penulisan
      Dalam penulisan makalah ini metode yang digunakan adalah metode kepustakaan, yaitu dalam pengumpulan datanya, penyusun mendapatkan melalui referensi dari buku-buku yang berhubungan dengan materi ini.


















BAB II
TRANSAKSI ATAU AKAD DALAM SYARIAH

2.1        Pengertian Transaksi
Transaksi berasal dari bahasa inggris “transaction” dan dalam bahasa Arab sering disebut sebagai al-mu’amalat. Ilmu fiqh yang mempelajari al-mu’amalat disebut fiqh al-mu’amalat. fiqh al-mu’amalat, dalam salah satu pengertiannya mencakup bidang yang sangat luas, yaitu mencakup hukum tentang kontrak, sanksi, kejahatan, jaminan, dan hukum-hukum lain yang bertujuan hubungan-hubungan sesama manusia, baik perseorangan maupun kelompok.
Pengertian fiqh al-mu’amalat yang lebih sempit dikemukakan oleh Mustafa Ahmad Al-Zarqa, yaitu hukum tentang perbuatan dan hubungan sesama manusia mengenai harta kekayaan, hak-hak, dan penyelesaian sengketa tentang hal-hal tersebut. Pengertian yang lebih teknis dikemukakan Mohammad Ma’sum Billah, yaitu bentuk kesepakatan menguntungkan yang terjadi antara manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidup sehari-hari, khususnya dalam urusan yang berkaitan dengan perdagangan dan perniagaan.
Dari berbagai keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa fiqh al-mu’amalat adalah fiqh yang memfokuskan pada hukum-hukum tentang perbuatan dan hubungan sesama manusia mengenai harta kekayaan, hak, dan penyelesaian sengketa tentang hal-hal tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan berpandukan syariah.

2.2        Sumber Hukum Transaksi atau Akad
Sumber hukum transaksi dalam islam adalah Al-Quran, As-Sunnah, ijtihad (termasuk didalamnya menggunakan instrument ijma, qiyas al-maslahah al-mursalah, urf, istishab, sad ad-dhari’ah, dan lain-lain yang diakui sebagai instrument ijtihad). Disamping itu, terdapat lega maxim (kaidah fiqhiyyah) yang merupakan prinsip umum yang bias dijadikan panduan umum dalam pembangunan hukum islam, terutama apabila dapat masalah baru yang memerlukan keputusan hukum secara tepat.

2.2.1        Al-Quran
Al-Quran menggariskan bahwa sebuah transaksi hanya sah apabila setiap pihak yang terlibat dalam transaksi memenuhi kewajiban yang berkaitan dengan konsekuensi sebuah transaksi. Misalnya dalam transaksi yang berbentuk akad jual beli, seorang pembeli harus membayar sejumlah harga yang disepakati, sementara penjual harus menyerahkan barang yang dijualnya kepada pembeli.

2.2.2        As-Sunnah
Petunjuk yang sangat gambling disampaikan Rasulullah SAW tentang hal-hal yang diperbolehkan dan hal-hal yang dilarang melalui hadis.

2.2.3    Kaidah Fiqhiyah (fiqh legal maxim)
    Para ulama setelah memahami falsafah yang mendasari hukum islam, merumuskan kaidah dasar dalam bidang muamalah, yaitu: “Hukum asal mu’amalah adalah bahwa segala sesuatunya diperbolehkan, kecuali ada dalil yang melarangnya”. Ini berbeda dengan kaidah dasar dalam hal ibadah. Pada dasarnya, kebutuhan dasar manusia dalam hal hubungannya dengan Tuhan (Allah SWT) tidak mengalami perubahan sejak zaman Nabi hingga akhir zaman. Dengan kata lain, kemajuan teknologi dan informasi tidak menjadikan perubahan dalam ibadah. Dalam hal ibadah, para ulama merumuskan hukum dasarnya: “Hukum asal ibadah adalah bahwa sesuatunya dilarang dikerjakan, kecuali ada petunjuknya dari Al-Quran dan As-Sunnah”.
Dalam hal muamalah, bisa jadi situasi dan kebiasaan yang ada. Tiap-tiap wilayah itu berbeda-beda. Selama kebiasaan dalam bertransaksi itu masih sesuai dengan spirit syariah islam, tidak ada dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah yang menunjukkan keharamannya, kebiasaan (adat) tersebut bias diakui dan diterima oleh islam. Dalam hal ini para ulama merumuskan kaidah: “Adat (kebiasaan yang dipraktikkan ) adalah menjadi dasar hukum”.
Para pihak yang bertransaksi harus senantiasa menjaga agar transaksi yang dilakukan tidak menimbulkan mudarat bagi dirinya ataupun orang lain. Sebagaimana kaidah: “Tidak memudaratkan dan tidak dimudaratkan”.

2.3        Hubungan antara Transaksi (Muamalah), Syariah, Fiqh, Iman, Ibadah,  dan Akhlak
Transaksi merupakan perbuatan dan hubungan sesama manusia mengenai harta kekayaan, hak, dan penyelesaian sengketa tentang hal-hal tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan berpandukan syariat. Syariat adalah satu-satunya way of life yang harus dipercaya oleh seorang mukmin yang dapat mengantarkannya mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Fiqh berarti paham, baik secara mendalam maupun dangkal. Fiqh muamalah adalah peraturan islam yang berkaitan dengan hukum-hukum perniagaan, dan menjadi frame work yang sah untuk ekonomi islam. Hubungan antara fiqh muamalah dan ekonomi islam itu seperti kajian tata bahasa dengan kemahiran penggunaan bahasa. Kegiatan ekonomi islam itu hendak dikawal dan dipandu oleh fiqh muamalah.
          Adapun iman, berarti percaya. Orang yang beriman dalam menjalani kehidupan harus berpandu pada syariat. Iman dan syariat merupakan dua elemen yang saling melengkapi dan saling mendukung dalam membentuk pribadi muslim sejati. Ibadah berarti pengabdian atau penghambaan diri kepada Allah. Akhlak sering diterjemahkan ethic (etika), yaitu pedoman moral dan perilaku. Dengan demikian, akhlak tidak bias dipisahkan dari iman, ibadah, syariat, dan muamalah.

2.4     Rationable Transaksi dalam Islam
Manusia hanya diberi kemampuan mengira-ngira dan tujuan di balik penetapan hukum-hukum transaksi, yaitu:
1.      Meningkatkan kedudukan manusia pada posisi yang terhormat sesuai dengan statusnya sebagai makhluk termulia (asyraf al-makhluqat) karena keimanan dan kedisiplinannya.
2.      Mendorong manusia agar terlibat secara aktif dalam bertransaksi perdagangan, yang menjadikan mereka mandiri secara financial dan percaya diri.
3.      Menghindari kesalahpahaman antarpihak yang bertransaksi.
4.      Menjaga keadilan dan kejujuran dalam perdagangan dan perniagaan.
5.      Memelihara spirit legalistas dengan menghindari terwujudnya kesepakatan terhadap sesuatu yang diharamkan dalam bertransaksi apa saja.
6.      Memberikan jaminan pelaksanaan terhadap konsekuensi yang timbul dari berbagai konrak ataupun transaksi yang didalamnya disepakati adanya syarat-syarat tertentu.
7.      Memastikan dan mengukuhkan hak dan kewajiban setiap pihak yang terlibat dalam transaksi.
8.      Mengukuhkan semangat persaudaraan sebagai tujuan utama bertransaksi.
9.      Memastikan adanya keamanan dan perdamaian pada masyarakat.

2.5      Transaksi dan kontrak
Kontrak merupakan pertalian antara dua pihak yang timbul karena kesesuaian kehendak keduanya. Ijab dan qabul yang dilakukan oleh setiap pihak yang berkontrak merupakan wujud dari kesesuaian kehendak antara keduanya. Terjadinya ijab dan qabul memengaruhi status objek kontrak. Setiap transaksi yang terjadi antara pihak, selalu melibatkan kontrak antara keduanya. Walaupun perbedaan antara keduanya bias dijelaskan, tetapi hakikatnya, kedua-duanya senantiasa tidak bisa dipisahkan-pisahkan. Sebuah transaksi akan menjadi sah apabila syarat dan rukun kontrak telah dipenuhi oleh para pihak.

2.6       Rukun-rukun dan Syarat-syarat Kontrak
Adapun rukun dan syarat kontrak adalah sebagai berikut:
1.      Sighat kontrak yang terdiri atas ijab dan qabul(sighah). Ijab merupakan pernyataan penawaran atau proporsional positif, sementara qabul adalah penerimaan atau pernyataan persetujuan.
2.      Pihak-pihak yang melakukan kontrak, yaitu mereka yang membuat ijab dan qabul.
3.      Harga (al-thaman). Harga di isyaratkan disebut sewaktu berlangsungnya akad dan harus dijelaskan dalam bentuk jenis mata uang atau nilai yang menjadi persetujuan bersama.

2.7       Unsur At-Taradin (Suka Sama Suka) dalam Kontrak
At-Taradin (Suka Sama Suka) dalam kontrak merupakan persyaratan yang paling mendasar dalam semua kontrak komersial dalam hukum islam. Dalam kontrak, tidak selalu di isyaratkan bahwa kedua barang yang dikontrakkan itu mempunyai nilai yang sama, tetapi yang utama di isyaratkan adalah adanya unsur suka sama suka (saling rida). Untuk itu setiap pihak harus mempunyai informasi yang complete sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi atau ditipu karena adanya suatu yang tidak diketahui.













BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
1.      Transaksi berasal dari bahasa inggris “transaction” dan dalam bahasa Arab sering disebut sebagai al-mu’amalat. Ilmu fiqh yang mempelajari al-mu’amalat disebut fiqh al-mu’amalat.  fiqh al-mu’amalat adalah fiqh yang memfokuskan pada hukum-hukum tentang perbuatan dan hubungan sesame manusia mengenai harta kekayaan, hak, dan penyelesaian sengketa tentang hal-hal tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan berpandukan syariah.
2.      Sumber hukum transaksi dalam islam adalah Al-Quran, As-Sunnah, ijtihad (termasuk didalamnya menggunakan instrument ijma, qiyas al-maslahah al-mursalah, urf, istishab, sad ad-dhari’ah, dan lain-lain yang diakui sebagai instrument ijtihad).
3.      tujuan di balik penetapan hukum-hukum transaksi, yaitu:
·         Meningkatkan kedudukan manusia pada posisi yang terhormat sesuai dengan statusnya sebagai makhluk termulia (asyraf al-makhluqat) karena keimanan dan kedisiplinannya.
·         Mendorong manusia agar terlibat secara aktif dalam bertransaksi perdagangan, yang menjadikan mereka mandiri secara financial dan percaya diri.
·         Menghindari kesalahpahaman antarpihak yang bertransaksi.
·         Menjaga keadilan dan kejujuran dalam perdagangan dan perniagaan.
·         Memelihara spirit legalistas dengan menghindari terwujudnya kesepakatan terhadap sesuatu yang diharamkan dalam bertransaksi apa saja.
·         Memberikan jaminan pelaksanaan terhadap konsekuensi yang timbul dari berbagai konrak ataupun transaksi yang didalamnya disepakati adanya syarat-syarat tertentu.

·         Memastikan dan mengukuhkan hak dan kewajiban setiap pihak yang terlibat dalam transaksi.
·         Mengukuhkan semangat persaudaraan sebagai tujuan utama bertransaksi.
·         Memastikan adanya keamanan dan perdamaian pada masyarakat.
4.   rukun dan syarat kontrak adalah sebagai berikut:
·         Sighat kontrak yang terdiri atas ijab dan qabul(sighah).
·         Pihak-pihak yang melakukan kontrak
·         Harga (al-thaman).

3.2       Saran
Ilmu islam pada dasarnya bersifat adil dan tidak memihak sebelah pihak, dan oleh sebab itu kebanyakan orang – orang ataupun lembaga – lembaga yang memakai ilmu ekonomi islam tidak merasa dirugikan. Untuk itu sebaiknya dalam menjalankan suatu lembaga keuangan lebih baik kita menggunakan ilmu ekonomi islam.












DAFTAR PUSTAKA

Juhaya S. Pradja. (2012). Ekonomi Syariah. Bandung: Pustaka Setia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar